Karya Ngusaba Tegen merupakan salah satu tradisi yang masih dilestarikan oleh masyarakat di Desa Abangsongan, Karya Ngusaba Tegen tahun ini dilaksanakan di alun-alun pura Desa Abansongan pada hari Senin Umanis Sasih Desta Tanggal 29 April 2019.
Karya ngusaba tegen tersebut krama menghaturkan beberapa banten tegenan atau yang disebut dengan geluntung. Banten tegenan atau geluntung tersebut dibuat dari aneka hasil pertanian atau hasil bumi yaitu pala bungkah, pala gantung, dan palawija.
Banten tegenan atau gluntung tersebut biasanya dibawa ke pura oleh krama laki-laki, sementara krama wanita membawa banten pajegan.
Prosesi upacara ini dimulai dari para dulun Desa mapiuning di Pura Dalem yang kemudian dilanjutkan ngaturang piuning di Pura Bale Agung yang memakai upakara pejatian, setelah datangnya dari mapiuning kemudian para dulu menuju ke alun-alun pura Desa Pakraman Abangsongan yang disambut dengan tetabuhan Dungka Dungki yang kemudian dilanjutkan melaksanakan karya Ngusaba Tegen ini.
Di Alun-alun Pura Desa para warga Desa berkumpul bersama-sama berbaur dengan kerabat dan saudara, semua warga yang berada di luar kota pulang untuk mengikuti upacara ini, serta para perempuan yang sudah menikah ke luar Desa juga pulang ke rumah bajang untuk bertemu keluarga dan mengikuti upacara Ngusaba Tegen. Di saat prosesi ini juga terdapat tarian rejang yang ditarikan oleh daha/ truni Desa.
Pada kesempatan ini turut hadir juga Diresktur dari UNESCO Global Geopark Bapak Gopang Edi Sucipto, AP.MM beserta rombongannya, bekiau juga menyerahkan dana punia sebesar Rp. 3.000.000,- yang diterima langsung oleh Bendesa Pakraman Abangsongan I Made Dibia.
Terdapat makna dari pelaksanaan tradisi ini adalah ungkapan rasa syukur krama kepada ida sang hyang widhi wasa atas hasil pertanian yang melimpah selama ini. Ini adalah bentuk ucapan rasa syukur kami kepada sang pencipta atas anugrah berupa hasil pertanian selama setahun terakhir.
Pada saat upacara ngusaba tegen berlangsung biasanya ada hal unik yang dilakukan warga khususnya yang masih sulit mendapatkan keturunan laki-laki, yaitu mencuri atau ngemaling cocongan . cocongan sendiri adalah sarana upacara berupa sate yang terbuat dari daging babi. Sesuai kepercayaan krama setempat, warga yang berhasil ngemaling cocongan tidak lama lagi bakal memperoleh keturunan laki-laki.